Minggu, Juli 05, 2009

Jakarta Itu Indah

Awalnya memang terasa begitu menyesakkan. Udara pagi terkontaminasi asap-asap kendaraan bermotor, langit sudah tidak lagi biru melainkan berwarna kelabu yang mengisyaratkan sendu, semua berdesakkan dimana-mana. Namun aku mencoba membiasakan diri dengan semuanya.

Mencoba berangkat lebih pagi agar bisa menghirup udara bersih Jakarta. Keluar rumah saat matahari masih enggan membuka matanya yang masih ingin terlelap dalam gelap agar tidak bertemu dengan terik sinarnya di tengah perjalanan panjang. Menunggu bis di tempat yang sepi agar tidak menghirup asap-asap gelap bis pengantar.

Suatu ketika, aku pulang di sore hari setelah letih seharian mengelilingi pusat perbelanjaan terbaru. Begitu lelah hingga aku tidak ingin berlama-lama menunggu bis yang pastinya penuh pada jam-jam pulang kantor. Aku pun memutuskan untuk menaiki Trans Jakarta hingga terminal agar dapat tempat duduk di bis dan tidak terlalu lama menunggu. Tidak apalah sedikit memutar, asalkan lebih nyaman demi tubuhku yang sudah meronta ingin istirahat.

Aku melangkahkan kakiku memasuki bus berwarna orange itu. Tidak penuh. Hanya beberapa orang yang berdiri. Aku memutuskan untuk berdiri di depan dekat supir agar tidak terganggu oleh orang-orang yang baru naik bus ataupun yang akan turun dari bus. Sambil memegangi tiang agar tubuhku berdiri lebih seimbang, aku menatap ke depan.

Aneh. Aneh sekali. Mataku tidak bisa lepas dari suasana yang kutangkap sore itu. Aku sudah sering sekali melewati jalan ini. Sudah bertahun-tahun melewati gedung-gedung ini hingga aku hapal setiap lekuknya. Tapi baru kali ini, aku merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang baru di mataku. Seiring dengan berjalannya bus itu, mataku menangkap gambar-gambar baru yang membuatku terpesona.

Ternyata Jakarta seindah ini…

Hatiku yang awalnya kelabu, menggeliat penuh warna hingga terkembanglah sebuah senyum di wajahku. Mataku seakan bersinar karena tersapu oleh pemandangan yang baru kali ini kusadari ada di Jakarta. Hanya dengan mengubah sedikit caraku memandang Jakarta, ia menyihirku dan terbuai di dalamnya. Sungguh besar daya tarik kota ini.

Jalanan yang penuh dengan mobil-mobil mengantri, penuh dengan cahaya merah yang berkelap-kelip di belakangnya. Bergantian seakan menari-nari dalam irama yang sama. Pepohonan di tengah jalan yang berlomba dengan tingginya gedung-gedung penuh kesibukan, rindang memayungi dan tersibak angin sore yang lembut.

Aku terkesima. Inikah Jakarta?

Aku menatap ke langit kelabu yang sudah lupa akan warna birunya. Dadaku membuncah ingin mengeluarkan rasa haru. Selama ini langit itu ikhlas memberikan semua yang ia punya demi manusia yang tidak pernah peduli padanya. Cahaya, udara, hujan, angin, petir, bahkan pelangi.

Inikah Jakarta? Seindah inikah?

Sejak saat itu, aku selalu ingin duduk atau berdiri di bagian depan bus agar bisa melihat sisi indah Jakarta. Selalu. Setiap saat aku melihatnya, aku selalu bersyukur dalam hati, bahwa dalam hidupku, aku pernah tinggal di Jakarta, pernah besar di Jakarta, dan pernah memiliki kehidupan di kota ini.

Jakarta, meski aku tidak punya daya untuk membuatmu lebih indah, tapi aku akan melakukan hal kecil buatmu agar perlahan kau bisa memberikan pesonamu pada yang lain.
Regards,

Bias
Mencintai itu mudah, tapi menjadi orang yang bisa dicintai itu sulit

0 komentar:

Posting Komentar

 
;