Selasa, Juli 21, 2009 0 komentar

Wujud Kebahagiaan

Apa sebenarnya yang membuat manusia bisa terus bertahan dan terus memupuk harapan meski sedang berada dalam situasi yang paling pelik?

Ternyata semua manusia mencari hal yang sama dalam dunia ini. Hal yang sama meski wujudnya berbeda-beda, yaitu kebahagiaan. Selama hidup, aku ada seorang pengamat. Aku senang mengamati. Baik itu mengamati orang lain, lingkungan, gejala sosial, atau bahkan mengamati jalan cerita sebuah anime atau komik dan mencoba mencari pesan yang tersimpan di dalamnya.

Dari situlah aku menemukan bahwa ternyata yang dicari oleh manusia adalah kebahagiaan. Memang ada yang bilang bukan. Karena yang mereka cari adalah cinta atau harta semata. Tapi bukankah cinta, harta, atau kekuasaan merupakan salah satu bentuk dalam mewujudkan kebahagiaan? Karena itulah di awal sudah dikatakan bahwa kebahagiaan memiliki bentuk yang berbeda-beda. Ada yang bahagia dengan memiliki seorang anak laki-laki, ada yang bahagia saat mempunyai harta banyak atau mendapatkan sebuah barang yang diinginkan. Ada yang menganggap orang lain tidak bahagia karena orang lain itu tidak punya rumah yang bagus. Semua itu hanya karena kebahagiaan tidak bisa dilihat dari luar saja. Kebahagiaan seseorang hanya orang itu yang tahu. Hanya dia yang tahu wujud kebahagiaan bagi dirinya.

Kakak sepupuku yang berumah tangga dan tidak bisa memiliki anak sering dibilang tidak bahagia atau kurang bahagia. Tapi aku dengar dari mulutnya sendiri, bahwa dia mengatakan ada atau tidak ada anak, selama ada istrinya di sampingnya, dia bahagia.

Sungguh indah dan terharu saat aku dengar kata-kata itu darinya.

Sejak saat itu aku berpikir dan merenung. Apa ya kebahagiaan milikku? Apa yang aku cari? Apa yang bisa membuatku kembali ceria saat semuanya terlihat begitu gelap?

Dalam perjalanan mencari wujud kebahagiaanku, perlahan aku mulai tahu. Saat aku menonton sebuah anime dengan cerita bagus dan tokoh hebat, aku tersenyum bahagia. Saat aku menemukan sisi lain dari sebuah cerita, aku bahagia. Saat aku membaca tulisanku, aku bahagia. Saat aku bisa menyanyikan lagu-lagu favoritku (meski dengan suara pas2an tentunya), aku bahagia. Saat aku jatuh cinta, aku pun bahagia. Saat berbicara di radio, meski hanya radio kampus, aku bahagia. Bahkan saat aku bisa menatap tokoh kartun favoritku di monitor laptop, aku bahagia.

Ternyata kebahagian memang berbeda-beda setiap orang dan memiliki wujud yang tidak terbatas. Tidak hanya bisa diukur dengan uang, cinta, kekuasaan, atau jabatan. Hanya masing-masing diri kitalah yang tahu, apa itu bahagia, apa wujud dari kebahagiaan.

Bagaimana denganmu? Sudah menemukan apa wujud kebahagiaanmu?


Regards,

Bias
Mencintai itu mudah, tapi menjadi orang yang bisa dicintai itu sulit
Minggu, Juli 05, 2009 0 komentar

Jakarta Itu Indah

Awalnya memang terasa begitu menyesakkan. Udara pagi terkontaminasi asap-asap kendaraan bermotor, langit sudah tidak lagi biru melainkan berwarna kelabu yang mengisyaratkan sendu, semua berdesakkan dimana-mana. Namun aku mencoba membiasakan diri dengan semuanya.

Mencoba berangkat lebih pagi agar bisa menghirup udara bersih Jakarta. Keluar rumah saat matahari masih enggan membuka matanya yang masih ingin terlelap dalam gelap agar tidak bertemu dengan terik sinarnya di tengah perjalanan panjang. Menunggu bis di tempat yang sepi agar tidak menghirup asap-asap gelap bis pengantar.

Suatu ketika, aku pulang di sore hari setelah letih seharian mengelilingi pusat perbelanjaan terbaru. Begitu lelah hingga aku tidak ingin berlama-lama menunggu bis yang pastinya penuh pada jam-jam pulang kantor. Aku pun memutuskan untuk menaiki Trans Jakarta hingga terminal agar dapat tempat duduk di bis dan tidak terlalu lama menunggu. Tidak apalah sedikit memutar, asalkan lebih nyaman demi tubuhku yang sudah meronta ingin istirahat.

Aku melangkahkan kakiku memasuki bus berwarna orange itu. Tidak penuh. Hanya beberapa orang yang berdiri. Aku memutuskan untuk berdiri di depan dekat supir agar tidak terganggu oleh orang-orang yang baru naik bus ataupun yang akan turun dari bus. Sambil memegangi tiang agar tubuhku berdiri lebih seimbang, aku menatap ke depan.

Aneh. Aneh sekali. Mataku tidak bisa lepas dari suasana yang kutangkap sore itu. Aku sudah sering sekali melewati jalan ini. Sudah bertahun-tahun melewati gedung-gedung ini hingga aku hapal setiap lekuknya. Tapi baru kali ini, aku merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang baru di mataku. Seiring dengan berjalannya bus itu, mataku menangkap gambar-gambar baru yang membuatku terpesona.

Ternyata Jakarta seindah ini…

Hatiku yang awalnya kelabu, menggeliat penuh warna hingga terkembanglah sebuah senyum di wajahku. Mataku seakan bersinar karena tersapu oleh pemandangan yang baru kali ini kusadari ada di Jakarta. Hanya dengan mengubah sedikit caraku memandang Jakarta, ia menyihirku dan terbuai di dalamnya. Sungguh besar daya tarik kota ini.

Jalanan yang penuh dengan mobil-mobil mengantri, penuh dengan cahaya merah yang berkelap-kelip di belakangnya. Bergantian seakan menari-nari dalam irama yang sama. Pepohonan di tengah jalan yang berlomba dengan tingginya gedung-gedung penuh kesibukan, rindang memayungi dan tersibak angin sore yang lembut.

Aku terkesima. Inikah Jakarta?

Aku menatap ke langit kelabu yang sudah lupa akan warna birunya. Dadaku membuncah ingin mengeluarkan rasa haru. Selama ini langit itu ikhlas memberikan semua yang ia punya demi manusia yang tidak pernah peduli padanya. Cahaya, udara, hujan, angin, petir, bahkan pelangi.

Inikah Jakarta? Seindah inikah?

Sejak saat itu, aku selalu ingin duduk atau berdiri di bagian depan bus agar bisa melihat sisi indah Jakarta. Selalu. Setiap saat aku melihatnya, aku selalu bersyukur dalam hati, bahwa dalam hidupku, aku pernah tinggal di Jakarta, pernah besar di Jakarta, dan pernah memiliki kehidupan di kota ini.

Jakarta, meski aku tidak punya daya untuk membuatmu lebih indah, tapi aku akan melakukan hal kecil buatmu agar perlahan kau bisa memberikan pesonamu pada yang lain.
Regards,

Bias
Mencintai itu mudah, tapi menjadi orang yang bisa dicintai itu sulit
 
;