Mari kita lanjutkan cerita saat-saat terakhir ibadah Umroh 2013 lalu...
Day 7:
Di hari ke-tujuh ini sebenarnya adalah waktu untuk istirahat sebelum perjalanan pulang esok harinya. Namun karena kesepakatan sebagian besar jamaah Umroh untuk sekali lagi melakukan ibadah, maka diadakanlah kegiatan Umroh sekali lagi. Namun kali ini dibebaskan bagi yang ingin ikut saja, yang tidak ingin ikut ibadah cukup mengikuti kegiatan jalan-jalan tambahan ke peternakan Unta.
Yup! Kita mampir ke peternakan Unta dengan menggunakan dua bus kecil sewaan. Ceritanya banyak yang pengen lihat Unta dan minum susu Unta. Kalo gw sih sebenernya pengen coba minum juga, cuma karena dipeternakan tersebut lumayan bau kotoran Unta, jadinya gak minat lagi. Takut eneg...
 |
Perjalanan menuju peternakan Unta... |
 |
Pipi dan teman barunya,.. hehe :D |
 |
The Majestic Camel... Nice eyelash! |
Puas berfoto bersama unta-unta dipeternakan tersebut, barulah kami menuju ke Hudaibiyah untuk kembali mengambil Miqat dan niat berihram untuk melanjutkan ibadah Umroh. Awalnya gw dan Pipi tidak ingin ikut lagi karena kaki terasa cape banget. Cuma karena akhirnya nyokap bisa ikut Umroh dan minta ditemenin, jadinya ikutlah kami. Selain itu kami berpikir, kapan lagi? Selagi berada di Mekkah dan masih ada kesempatan, maka Umroh-lah kami.
Ketika sampai di Hudaibiyah, kondisi tidak begitu ramai karena hanya ada satu rombongan lain selain kami yang sedang niat berihram di sana. Yang mengejutkan bagi gw, Masjid Hudaibiyah, yang juga merupakan salah satu tempat bersejarah ketika Rasulullah SAW melakukan perjanjian dengan Bani Quraisy di sini, sangat tidak terawat...
Masjidnya kecil dan sedikit kotor, toiletnya pun kurang baik dan airnya sedikit kotor...
Selesai ambil Wudhu, nyokap baru ngeh kalo ternyata dia masih 'halangan' karena keluar lagi. Jadinya hanya gw dan Pipi yang niat untuk Umroh. Meskipun begitu tetep semangat!
Ketika Shalat di dalam Masjid, gw sedih melihat ruangan shalat perempuan hanya terdiri dari dua shaf saja. Selain itu karpet yang mengalasi lantai pun kotor. Mukena dan Al-Quran yang disediakan juga sudah sangat berdebu dan tidak terawat. Selain itu juga ada bak tempat menaruh sumbangan untuk perawatan Masjid. Sungguh gw gak habis pikir.... Namun hal inilah yang akhirnya membuat gw memutuskan untuk menaruh Al-Quran ukuran sedang yang gw bawa di sini. Tadinya mau gw hibahkan di Masjidil Haram. Tapi... sepertinya di Masjid Hudaibiyah ini lebih membutuhkan.
Sambil menaruh Al-Quran itu, gw berdoa, bahwa jika Allah mengizinkan gw ingin kembali lagi ke sini dan menyumbangkan lebih banyak untuk Masjid ini. Semoga terkabulkan... Amiiiinnn...
Selesai itu semua, gw dan Pipi segera balik ke bus. Ternyata kita berdua dicari-cari sama pemandu karena kita yang paling terakhir selesai. Hehehe... langsung ke kembali ke Mekkah dan menuju Masjidil Haram. Akhirnya hanya Bokap, gw, Pipi, Ihsan, Hilmy, dan sebagian jamaah rombongan yang kembali Umroh. Nyokap dan Tante Ani kembali ke Hotel untuk istirahat.
Ada yang berbeda saat Umroh kali ini...
Ketika masuk masjid, biasanya kami disambut oleh penjaga masjid wanita yang berpakaian serba hitam. Mereka selalu memeriksa tas, mengobrak-abrik isinya, dan menyuruh kami untuk cepat-cepat. Namun kali ini yang menyambut kami adalah seorang penjaga masjid yang sangat ramah. Ia menyapa "assalamuaikum" pada gw dan Pipi, memeriksa isi tas sebentar, lalu mendoakan kami saat masuk ke dalam.
Gw dan Pipi berkata, "tumben".
Kami pun langsung melaksanakan ibadah umroh dengan mengelilingi Ka'bah / Thawaf. Siang itu suasana lebih sepi dari biasanya. Karena memang sejak awal kita terpisah dari rombongan, jadi kita berduaan aja thawafnya dengan lebih santai. Di putaran ke-tiga, gw dan Pipi melihat bagian belakang Ka'bah yang sepi. Lalu kami berpikir untuk mendekat ke arah Ka'bah untuk sekedar memuaskan keinginan menyentuh tembok Ka'bah.
Kami berjalan mendekat, mengangkat tangan untuk menyentuh tembok. Tepat ketika tangan kami nyaris menyentuh Ka'bah ada tangan lain yang menarik pergelangan kami. Dua orang perempuan kecil berpakaian serba putih menarik tangan kami dan berkata, "Ayo cium batu Hajar Aswad!"
Gw dan Pipi berpandangan bingung kemudian bertanya, "Memang bisa?". Karena selama ini kami selalu melihat betapa penuh dan berdesak-desakkannya orang yang ingin mencium batu dari Surga tersebut. Jadi kami tidak berniat sama sekali meskipun keinginan memang ada.
Dengan lantang mereka menjawab, "Bisa!"
Masih dengan kondisi kebingungan, kami mengikuti saja arahan mereka menuju lokasi batu Hajar Aswad di samping pintu Ka'bah. Sungguh perjuangan yang melelahkan dan sulit ketika menerobos desakan orang-orang yang berkumpul di sekitar situ. Dua perempuan tersebut membawa kami melewati bagian depan pintu Ka'bah dan berpegangan erat di sana sambil perlahan-lahan masuk ke bagian paling depan.
Entah berapa banyak orang yang terlempar keluar, terdorong, terjepit, terinjak demi mencium Hajar Aswad. Sepanjang waktu gw dan Pipi selalu berdoa dan berdzikir agar diberi kemudahan jika memang kami diizinkan untuk mencium batu tersebut. Sepanjang usaha kami yang melelahkan tersebut, dua perempuan yang membantu kami itu, berkali-kali berkata "Sabar ya!", "terus dzikir!" sambil menarik kami menerobos kerumunan orang. Sampai tiba akhirnya giliran Pipi lalu gw.
Ajaib! Ketika kepala gw masuk ke dalam lingkaran untuk mencium batu tersebut. Semua suara hilang. Dunia terasa kosong. Hanya ada air mata yang menetes deras, ciuman panjang, dan doa yang tak henti gw panjatkan. Tidak ada satupun tangan yang menarik gw keluar seperti orang-orang sebelumnya. Namun gw sadar, ada orang lain yang menunggu giliran, karena itu gw mengeluarkan kepala dan tak henti bersyukur...
Saat menulis ini pun, air mata gw mengalir mengingat saat-saat itu... sungguh mengharukan...
Keluar dari kerumuman orang di sana lebih mudah asalkan kita tahu caranya, yaitu dengan berjalan mundur keluar. Selesai dari sana, gw ketemu Pipi, sujud syukur, dan berdoa...
Indah...
Ya Allah sungguh aku ingin kembali ke rumahmu lagi...
Setelah itu gw dan Pipi kembali meneruskan thawaf dan Sa'i. Di tengah perjalanan Sa'i sempat ketemu bokap dan kami langsung laporan bahwa kami pun berhasil mencium Hajar Aswad, setelah sehari sebelumnya bokap yang akhirnya juga sukses melakukan hal yang sama. Beliau mengucap 'Alhamdulillah'.
Selesai Sa'i, kami tahalul dan kembali ke Hotel untuk istirahat.... Sampai di hotel, segera laporan juga ke nyokap mengenai pengalaman yang baru saja kami alami. Nyokap juga senang banget walaupun gw tahu dia pasti sedih karena tidak bisa sekalipun melaksanakan ibadah umroh.
Selain itu kabar gembira lainnya, Hilmy, adik cowok gw juga berhasil mencium Hajar Aswad keesokan harinya. Bokap pun segera menceritakan hal ini kepada pemimpin rombongan. Bagaimanapun juga, bokap pasti senang banget. Pemimpin rombongan bilang bahwa ini berkat kebaikan leluhur keluarga kami juga. Alhamdulillah...
Malam harinya gw, Pipi, dan bokap melaksakan shalat Isya terakhir dan thawaf Wada (perpisahan) di Masjidil Haram agar keesokan harinya bisa lebih tenang saat mempersiapkan kepulangan. Karena selesai thawaf Wada tidak boleh kembali ke Masjidil Haram lagi. Sedangkan nyokap hanya berdoa dari luar masjid saja.
Selesai itu baru kami mampir ke mall nemenin nyokap belanja. Setelah itu gw, Pipi, dan bokap mampir ke pertokoan menuju hotel untuk membeli Nasi Kebuli, Muthabak (martabak versi Arab), dan Kebab. Bokap sih langsung menggunduli kepalanya karena sudah ber-Nadzar. Hehe...
Nasi Kebuli yang gw beli bermacam-macam variasi lauknya karena dibeli di semacam fastfood chain di sana. Rasanya lumayan-lah... Tapi nasinya buanyak buanget!!! Sampe makan berdua sama bokap aja gak habis. Sedangkan Muthabaknya tidak seenak di sini... kurang garam hahahah... Yang memuaskan itu Kebabnya, karena isinya beda dengan di sini yang banyak mayonaise-nya.
Alhamdulillah puas banget di hari tersebut. Bisa ibadah dan juga mencoba makanan setempat...
Tinggal satu hari lagi yang tersisa di Tanah Haram ini... lanjut di postingan berikutnya yah... ^^
Regards,
~If you die trying for something important, then you have both honor and courage~